Oleh : Hawariyyah Taqqiyah
Hari itu hari yang sangat membingungkanku, antara cerah dan mendung, bahagia dan sedih, suka dan duka , mendukung dan menentang. Bagaikan dua kutub yang selalu tak akan bersatu. tapi sepertinya ibuku tenang dan penuh harap,entah dikutub mana dia berpihak.tapi senyum setengah bibirnya menjawab perasaannya..seperti bahagia karena akan selalu berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya,tapi setengah bibirnya seolah-olah belum menemukan jawaban bagaimana di sana.apa yang kau simpan dihatimu bu?
Hari itu hari yang sangat membingungkanku, antara cerah dan mendung, bahagia dan sedih, suka dan duka , mendukung dan menentang. Bagaikan dua kutub yang selalu tak akan bersatu. tapi sepertinya ibuku tenang dan penuh harap,entah dikutub mana dia berpihak.tapi senyum setengah bibirnya menjawab perasaannya..seperti bahagia karena akan selalu berkumpul dengan orang-orang yang dicintainya,tapi setengah bibirnya seolah-olah belum menemukan jawaban bagaimana di sana.apa yang kau simpan dihatimu bu?
Aku yang pada saat itu usia 3 tahun hanya ingin melihat ibuku selalu
tersenyum lebar,cantik dan penuh arti . Ayahku paling pandai membuat
ibuku tersenyum lebar dan bahagia selalu.
Ternyata tempat yang menjadi tujuan kepindahan rumah kami terasa
berat,perjalanan panjang dan berliku-liku. oh apa ini ? adiku menangis karena
mabuk perjalanan sampai beberapa kali muntah.. kapan sampainya bu?
Berulangkali ku tanyakan itu sampai ku tertidur.
Iringan keluarga untuk mengantarkan kepindahan kamipun sampai dan aku terbangun.
Waaaw sepanjang perjalann gunung berliku-liku…dan kurasakan ada udara
pantai…..sepertinya ada pantai dekat rumah yang akan kami tinggal.
Aku belum bisa mengerti kenapa tante dan uwa-uwa menangis pada saat
mereka akan pamit .ku dekatkan telingaku untuk memahami apa yang
menyebabkan mereka bersedih, dan owh ku lihat air mata deras keluar dari pipi
ibuku.
Semua keluarga besar telah meninggalkan kami berempat,mereka meninggalkan
kami yang masih basah dengan air mata. Yang kufahami aku akan jauh dari nenekku
yang selalu menyayangiku dan kata-kata yang membuatku menangis meronta-ronta
adalah kata-kata nenek “teh nenek gak bisa sering nengok karena jauh”,tangisku
makin keras membuat ayah dan ibu sibuk menenangkannya. Ada kata-kata yang
begitu kuingat dari ayah kepada ibu “bu, ini ladang amal kita, kita akan banyak
mengumpulkan amal disini,kita disini lebih dibutuhkan, dan mudah-mudahan kita
bisa diterima sehingga banyak melakukan perubahan untuk masyarakat disini, ibu
siapkan?, kebahagian akhirat didepan mata kita,kebahagian dunia itu kita yang
menciptakannya,kalau kita yakin akan bahagia,maka kebahagiaan itu akan datang,
yakinlah Allah akan menolong kita,dan akan menaikkan derajat kita dihadapanNya
karena niat kita yang tulus, yuk bismillah”,ku menatap bola mata ibu untuk
membaca kesanggupannya,dan dia tersenyum dengan mengatakan “insya Allah, bantu
ibu ya agar kuat”.Air mata ibu masih berurai, walau seenyum sudah
menghiasi bibirnya, dan ayahpun membalas dengan pelukan sayang sambil berkata “
Kita akan saling menguatkan agar kita selalu dirihoi Allah dan kita bisa
menikmati syurga bersama anak-anak kita, aamin.”walau ku tak faham arti semua
percakan mereka, tapi aku bahagia Karena ibu nampak tak sedih lagi.
Hari pertama yang begitu berat untukku, hari pertama sekolahku di tk
bunda, teman-teman baru, baju seragam baru, dan guru-gurunya tak ada yang
kukenal, sedih sekali. Alhamdulillah hari ini, ibu mengantar dan menungguku
saampai pulang sekolah.ibu selalu membantuku untuk berani dan kuat.
Ku paksakan untuk tidak malu duduk di kelas baruku, Ibu menunggu diluar
kelas dengan adiku. Semuanya tidak menyenangkan,teman-temn baru itu bahasanya
banyak yang tidak dimengerti,padahl aku fahm bahasa daerahku, tapi sepertinya
ada logat yang asing,aneh dan sedikit menggelikan.
Hari hari selanjutnya aku diantar sekolah oleh om-om ku,mereka tangan
kanan ayahku di rumah baru ini, mereka sangat menyayangi dan perhatian.Agak
sedikit menyenagkan di sekolah, aku terkesan dengan seorang buguru yang baik
hati, sepertinya ibupun menyukainya, kulihat ibu sering bercakap-cakap dan
kelihatan akrab sekali seperti sudah lama kenal, dan memang bu yuli itu sangat
menyenangkan dan membuatku tenang kalau ada disisinya.
Ayah dan ibu mulai sibuk dengan tugas-tugasnya. Ayah walaupun sibuk, tapi
tidak pernah melupakan rutinitasnya. Adzan subuh aku harus bangun dan setelah
sholat berjamaahbersama ibu, ayah yang baru pulang dari mesjid menggendong
adikku dan kita berkumpul dikamar untuk membaca dzikir pagi, aku yang waktu itu
belum hafal hanya menggerak-gerakan mulutku. Setelah selesai aku digendong ayah
untuk muroja’ah dan menambah hafalan, sangat menyenangkan, suara ayah merdu dan
lantang sekali. Jadi kalau ayah ada tugas sampai tidak pulang dan ibu
menggantikannya, aku suka protes karena suara ibu tidak semerdu suara
ayah. saat maghrib ibu membimbingku untuk membaca al-qur’an, walau selalu
membosankan karena selalu diganggu adiku tapi ku jalani, karena ayah kalau
pulang pasti bertanya: “mana anak ayah yang sudah baca iqra?” Dan aku akan senang
kalau aku menjawab “ aku” , lalu ayah akan menciumku dengan candaannya yang
khas dan kata-kata yang penuh doa, yang kuinagat kata-katanya “anak sholeh
pintar, hafal Qur’an dan saingan bidadari”. Aku tak mengarti kata-kata itu tapi
aku bahagia mendengarnya.
Ada lomba hafalan surat-surat pendek dan aku terpilih karena hafalanku
paling banyak, tapi itulah kendalaku aku masih malu dan tidak mau ikut
lomba,akhirnya temanku ya g ikut lomba karena dia lebih berani. Ayah bilang
jangan dipaksa kalau akunya tidak mau, hafalan itu bukan untuk lomba tapi untuk
dihayati agar bisa faham dan diamalkan, sehingga mulia karena mengamalkannya.
Sepekan sekali , biasanya di hari sabtu ayah membawaku dan adiku
kepantai. Hari yang sangat menyenangkan, aku dan adiku bebas main air dan
pasir.,bahagia sekali. Ayah sengaja mengajaku jalan-jalan sewaktiu ibu mengisi
pengajian pekanan dengan jarak yang cukup jauh, katanya biar ibu-ibunya belajar
tidak terganggu. Aku bangga ibuku walau di tempat baru, tapi sudah dipercaya
untuk mengajarkan al-qur’an untuk ibu-ibu sekitar. Kalau ibu pulang
oleh-olehnya banyak, ada makanan, ada gula, dan sering juga keberatan membawa
beras. Luar biasa masyarakat disini baik-baik semua, padahal waktu awal-awal
aku sering ketakutan karena mereka selalu meliha aneh aku dan ibu, karena
mungkin pakaian kita yang selalu memakai jilbab.
Ibu sangat bahagia kelihatannya, ternyata usahanya tidak sia-sia, ibu
menawarkan beberapa sample jilbab ke toko-toko sekian lama, ternyata dah
menghasilkan jawaban yang memuaskan, dari 8 toko pakaian yang dikunjungi
3 toko bersedia untuk membeli jilbab ibu dalam partai besar.SubhanaLlah,
Allahuakbar.
Ada yang membuatku iri pada jilbab-jilbab itu. Ibu lebih sibuk mengurus
jilbab-jilbab itu, makanya ku acak-acak untuk melampiaskan kekesalanku. Hampir
saja ibu memarahiku,Alhamdulillah ayah datang.dan ayah berkata”eh anak ayah mau
ngasih pahala sama ibu dan ayah ya…lalu ayah merapikan jilbab-jilbab yang
berantakan itu, terdengar kekesalan ibu padaku.” Ya Allah nak, kamu ga kasian
ya sama ibu dari pagi merapikan kamu acak-acak lagi”,ibukan jualan untuk kamu
juga, untuk menabung,supaya kita bisa lebih sering nengok nenek”.Ayah memeluk
ibu dan berkata dengan suara lebih pelan,”bu, dia masih kecil, tidak mengerti
tujuan kesibukan kita, dia cemburu karena perhatian ibu terbagi, sabar ya bu
ladang pahala,eh kok ibu cantik banget hari ini”ayah berusaha mengalihkan
perhatian ibu, dan sepertinya ayah sangat tahu kelemahan ibu. ibu tersenyum
lagi dan wajahnya kelihatannya lebih cantik dengan senyumannya. Haahh,
lega ibu tidak jadi marah.
Ya Allah betapa sempurnanya ayahku, baik,pengertian, ganteng, suaranya
merdu dan sangat khusyu kalau beribadah. Kebanggaanku kepada ayahku semakin
bertambah, semenjak ayah mengisi pengajian di mesjid-mesjid dan acara-acara
besar semakin banyak yang kagum kepada ayah, aku tidak pernah ketinggalan
mengikuti kegiatan ayahku, karena kalau lokasinya dekat, ayah selalu mengajak
ibu,aku dan adiku untuk ikut hadir, katanya jangan sampai istri dan
anak-anaknya tidak mendengarkan wejangan ayah, masa orang lain diceramahi,
sedangkan anak dan istrinya tidak pernah mendengar tausiahnya.Kalau orang-orang
pada tahu aku anak ayah aku di muliakan sampai-sampai aku suka malu.
Ada yang aneh hari ini, perut ibu makin membesar, ternyata aku mau punya
adik lagi, hatiku senang kuberharap adiku perempuan agar bisa aku ajak main
boneka beruang kesayangnku.
Hari ini aku izin untuk beberapa hari tidak sekolah karena ibu mau
melahirkan di rumah nenek.senaang sekali mau bertemu nenek.
Saat aku bangun terdengar tangisan nenek dan kata-kata panik uwa-uwa ku.
Ada apa ini ? ternyata kabar sulitnya melahirkan ibu membuat semua sedih.
Dengan tidak sengaja kumendengar tangisan nenek di kamar depan, kuhampiri
dikala semua orang di rumah sibuk. Ya Allah kulihat ibu sedang terkulai lemas,
dengan botol yang disambung selang ketubuhnya, kulihat ayah memegang tangan
sambil terus berdoa dan sesekali berkata “ibu kuat, ibu akan membesarkan
anak-anak dengan kasihsayang, anak-anak sangat membutuhkan ibu, ibu pasti
bisa, bertahanlah! bu bidan akan membawa ke rumah sakit untuk mengeluarkan
ari-arinya.”ternyata adiku sudah keluar, tapi masih ada yang tersisa dan itu
katanya membahayakan nyawa ibu. Aku menangis kencang dan memanggil ibu, nenek
kaget dan langsung menggendongku, ya Allah kamu disitu?, lalu nenek membawaku
jauh dari ibu yang sedang terkulai lemas.
Alhamdulillah akhirnya ibu bisa diselamatkan, ku lihat ayah sujud syukur
sambil menangis tersedu-sedu, aku baru pertama kali melihatnya menangis sekeras
itu, sambil terus berkata” Ya Allah syukurku padaMu, Kau selamatkan istriku,
aku sangat mencintainya, dan aku tak sanggup kalau ditinggalkannya, lebih baik
aku duluan menghadapMu, panjangkan usianya ya Allah masukkan dia ke syurgaMu ya
Allah, kumpulkan kami dengan orang-orang yang kami cintai di syurgaMu.aamin”.
Ibu semakin sehat, ramai sekali dirumah nenek, ternyata adiku yang
ganteng aqiqah, banyak tamu yang datang, senang sekali aku, dan banyak
teman-teman lamaku waktu di tk datang, senang sekali. Aku selalu menjadi
perhatian teman-teman ibu dan ayah, katanya aku makin lucu,tapi agak hitam dan
kurus. Aku senang sekali bisa membuat tamu-tamu tertawa karena celotehanku. Aku
tidak mengerti kenapa mereka bahagia karena celotehan-celotehanku. Aku ikut
bahagia apalagi ayah, tatapannya padaku penuh bangga dan bahagia. Ayah
terimakasih kau bekali aku dengan kalimat-kalimat yang membuatku faham arti
sebuah kebahagiaan yang sebenarnya.
Tangisanku sulit untuk di redakan, ketika nenek yang mengantarkan kami
pulang akan kembali ke rumahnya, aku menjerit karena tidak mau ditinggal nenek.
Ayah menggendongku dan mendekapnya, akhirnya aku tertunduk dipundaknya, lalu
ayah mengelus rambutku dan berkata “tetehkan rumahnya di sini sama ayah, ibu,
dan adik-adik, nanti kita ajak adik bayi ke pantai, di sana kita bikin
rumah-rumahan, dan rumah-rumahannya tambah satu untuk adik bayi ya, teteh yang
bikinnya, tetehkan pinter banget kalau bikin rumah-rumahan”. Banyak lagi cerita
yang mengalir dengan ringan dari bibir ayah sampai aku tertidur dan mimpi indah
sekali seperti indahnya cerita-cerita ayahku.
Sore itu aku ke TPQ bersama ibu dan kedua adiku. Kami berangkat ditemani
tetangga yang sangat baik. Adik bayi digendong wak haji tetanggaku, sepertinya
wak haji bagai neneku saja, aku berani minta apa yang aku mau kepadanya tanpa
malu, terasa ketulusan kasih sayangnya kepada kami, padahal kami bukan
saudaranya. Sebelumnya ayah pamit untuk ke kota menghadiri rapat mendadak,
biasanya ayah berangkat sabtu ba’da dzuhur. Aku tidak tahu kenapa ayahku pergi
jumat sore tidak seperti biasanya. Tetangga yang melihat banyak yang melarang
kepergiannya, katanya kabutnya lagi tebal, tapi ayah tetap memutuskan
berangkat, katanya mengejar agenda rapat ba’da isya, itu yang ku dengar.
Magrib seperti biasa kalau ayah tidak di rumah, wak haji menemani kami di
rumah, kebetulan kami baru menempati hibah rumah dari saudagar kaya dengan
tanah yang luas, kata ayah nanti akan di dirikan ponpes dan masjid jami’.
Assalamu’alaikum, suara itu menghentikan lantunan ayat-ayat al-qur’an
yang ibu baca, aku yang sedang menggambar ikut membuka pintu, ternyata ada pak
haji yang memberitahukan ayah kecelakaan. Ibu terus beristighfar sepanjang
malam dan sesekali ku melihat air matanya begitu deras sampai ku tertidur ku
masih melihat ibu dan wak haji menangis.
Pagi sekali setelah sholat subuh ibu merapikan aku dan adik-adiku untuk
pergi ke kota, banyak sekali pertanyaan yang ingin kutanyakan pada ibuku, tapi
tak tega melihat ibuku yang sibuk dengan perbekalan perjalanan jauh dan terus
menangis.
Sepertinya ibu berbincang-bincang dengan nenek di hp pak haji, ibu terus
menangis. Aku tidak mengerti yang terjadi, sesampainya di rumah sakit ibu dan
nenek berpelukan sambil menangis. Kulihat ayah tertidur di tempat tidurnya
rumahsakit dengan leher terbalut benda aneh.Ya Allah, ternyata ayah kecelakaan
motor yang dikendarainya tertabrak truk tanah galian. Hatiku seperti teriris
pisau sakit, kasihan ayah tidak berdaya di tempat tidur.
Saat kudipeluk nenek, kudengar ayah memanggil, “teteh, teteh,” aku senang
sekali ayah sadar dan ingat padaku, lalu dia tersenyum dengan senyuman
khaasnyaa yang selalu menenangkan hatiku,”ayah sayang teteh, teteh sayang ayah
ga?”, lalu kuanggukan kepala dan kupeluk pelan,”teteh sayaaang ayah”,tangan
ayah yang penuh perban memeluku dan berkata” kalau teteh sayang ayah jadilah
anak yang sholihah,jaga sholatnya,jaga kata-katanya jangan saling menyakiti,
jaga ibu ya, doakan selalu ayah ya” “. Jaga adik-adiknya” . aku hanya
bisa mengangguk dan ada tangan lain yang meraihku, ternyata nenek menggendongku
dan membawaku keluar ruangan,” teteh istirahat di rumah sama adik-adik, biar
nenek dan kakek yang jagain ayah besok teteh bisa nengok lagi ya, nanti
malam ibu juga nyusul tidur di rumah, kan di rumah sakit tidak boleh bawa bayi”.
Lama aku menunggu ibu datang dari rumah sakit, adik bayi sudah
mulai rewel minta asi. Jam 8 ibu baru tiba di rumah dengan muka yang kusut,
kelihatan kecemasan dan sedih yang mendalam. Kata ibu malam ini harus berdoa,
besok ayah dioperasi patah tulang, aku tidak mengerti bagaimana itu operasi,
tapi hatiku sangat sedih melhat ibu begitu sedih karena khawatir pada ayah.
Terasa lama aku menunggu pagi tiba, akhirnya aku, ibu dan adik bayi pergi
ke rumah sakit untuk menengok ayah, setibanya disana pagi sekali, nenek
menyambut ku dan memelukku sambil membujuku,”teteh nanti kalau sudah ketemu
ayah ikut jalan-jalan sama tante ya, adik bayi juga mau di bawa tante, di sini
tidak boleh ada bayi dan anak-anak,”ntar sama tante di beliin es crim ya, aku
hanya bisa mengangguk, biasanya aku paling senang kalau di beliin es crim, tapi
entah kenapa kali ini aku ingin dekat ayah, tapi sepertinya aku harus mengikuti
aturan tanpa rewel karena aku sangat kasihan melihat ibuku sedih.
Sepulangnya jalan-jalan aku kembali ke rumah sakit dengan tanteku, banyak
sekali orang di rumahsakit, dan mereka adalah teman-teman ayah dan ibu, ada apa
ini ? aku hanya bisa bertanya di hati dan sesekali menangis, mana ibu ?, mana
ayah?, kok tidak ada di kamar tadi…dan masih banyak pertanyaanku yang tidak ada
jawabannya.semakin sore belum Nampak ibu, ayah dan nenek, sampai ada kata-kata
.”anak-anak bawa pulang, nunggu di rumah aja”. Aku menangis dan menolak
meraung-raung, kupukul semua orang yang menghalangiku dan aku berteriak
memanggil ibuu dan ayah. Aku tidak ingat lagi siapa yang membawaku pulang
sampai aku tertidur di mobil dan aku masih tertidur sampai ku tersadar
mendengar banyak tangisan dan jeritan takbir dari orang-orang.
Ada
kata-kata yan menakutkanku aku mendengarnya,”innalillahi wainnailaihi rooji’un,
telah berpulang kepadaNya…lalu di sebutkan nama ayahku, dan sepontan
orang-orang disekelilingku menangis resedu-sedu, aku dalam ketidak fahaman
menjerit dan menangis memanggil-manggil ayah.
Aku melihat ibu lemas tidak sadarkan diri setelah dibopong uwa ke kamar,
banyak sekali yang menangis, terus menangis sampai aku tidak ingat lagi karena
tertidur didekap nenekku.
Bangun tidur, aku melihat disekelilingku masih menangis, adik-adiku
digendong tetangga, kemana ibuku?, aku melihat ibuku menangis, dan terus
menangis, apalagi kalau ada orang yang baru dengan menanyakan kata-kata yang
hampir sama, dan itu membuat ibu semakin menangis sedih. Aku mulai marah
kepada orang-orang yang berta’ziyah, mereka membuat ibuku makin sedih,
kuhampiri ibu, kumerajuk untuk masuk kamar dan meninggalkan para tamu yang
ta’jiyah, setelah masuk kamar, dan hanya aku dan ibu didalamnya, lalu kukunci
pintu kamar, tak kupedulikan orang-orang memanggil dan membujuku, aku hanya mau
satu…aku tidak mau kehilangan ibu setelah aku sadar kalau aku kehilangan ayah
yang selalu memeluku, mendekapku dengan tidak pernah berhenti menghiburku
dengan suara merdunya…aku tidak peduli semua orang, aku hanya ingin di dekap
ibu dan tidak mau diganggu.
Ibu mendekapku, mengelus rambutku, seperti yang biasa ayah lakukan saat
menenangkanku, walau tidak ada suara merdu hanya tangis pilu yang
kudengar, aku merasa tenang sampai terbawa dalam mimpiku aku bercengkrama
dengan ayah dipelukannya.
Sepertinya aku lama tertidur karena kelelahan,hari mejelang sore, orang
tidak begitu ramai, pemakaman sudah selesai, ku melihat masih ada
saudara-saudara dekat, teman-teman ibu dan tetangga yang mendokan kita semua
agar diberikan kesabaran,kekuatan dan harapan.
Aku semakin besar dan memahami arti hidup yang sebenarnya, bahwa hidup
ada akhirnya, dan ibu selalu memberikan harapan kepadaku bahwa aku akan bertemu
ayah lagi di syurga.
Ayah..kau selalu hadir dalam doa-doaku, aku selalu berdoa untukmu ayah,
dan aku selalu berharap kita bisa berkumpul lagi di syurgaNya. Saat aku
muroja’ah lantunan ayat-ayat al-qur’an itu mengingatkan kepada harapan-harapan
ayahku, agar aku menjadi orang yang berbakti untuk agama, keluarga dan
bangsaku. “Jadilah nak orang yang sukses didunia dan bahagia di akhirat dengan
dikumpulkannya lagi di syurga bersama orang-orang yang kita cintai, itu janji
Allah dalam quran surat at-Thur ayat 21.aamin ya Allah”. Itulah harapan dan doa
dari orang-orang yang aku cintai. Ayah…harapanmu kan ku jaga selalu dan do’aku
untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar