Tiada Zat yang Berhak kita sembah melainkan Allah SWT, Al Awwal, Al Mubdi’u, Al Mushawir yang menjadikan segala sesuatu menjadi ada dan nyata di alam semesta.
Pertama, awal, ataupun kata yang berkonotasi pada mula menggambarkan bahwa tercipta sebuah proses dari sebuah ketiadaaan ataupun kehampaan menjadi ada dan berwujud. Hidup manusia adalah sebuah siklus yang terentang sepanjang umur antara datang dan pergi silih berganti, tak ada yang abadi. Maka perintah untuk melaksanakan ibadah shaumpun ditujukan pada orang-orang yang “beriman” Ya ayuhaladzina amanu…” di mana secara tata bahasa “amanu” adalah bentuk lampau atau pasif dari kata kerja iman (KH. Jalaludin Asyatibi, Masjid Daarut Tauhiid,Sya’ban 1432 H), berbeda dengan kata sifat mukminun yang terdapat antara lain dalam ayat “Aladzina yu’minuna bil ghoibi wa yuqimuna sholata wamima rozaknahum yun fiqun”. Maka sesungguhnya setiap ibadah, nahkan setiap detik dalam kehidupan manusia adalah awal dari sesautu yang baru, sesuatu yang sebenarnya belum pernah kita tempuh atau rasakan. Dari Abu Hurairah r.a, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau yang Maha Awal, yang tidak ada sesauatu apapun sebelum Engkau.” (Sahih Muslim). “Syabahallillahi mafisamawati wal ardhli…”maka bertasbihlah apa yang yang ada di langit dan juga di bumi karena Allah-lah zat yang maha Menghidupkan, Mematikan, Berkuasa dan memiliki kendali penuh atas segala sesuatu, Ia pulalah yang mengawali, mengakhiri, yang Zahir,yang Bathin, dan Maha Mengatahui apapun. Maka sebuah awal adalah sebuah pengingat yang semestinya menohok kesadaran kita, manusia. Bahwa tak ada satupun di alam ini yang mampu mengubah apapun yang telah berlalu, kecuali Allah SWT. Maka kitapun semestinya merenungi keberadaan kita yang masih mendapat kesempatan, amanah, untuk menyambung hidup dan peluang untuk menginisiai atau mengawali kebaikan dan mengonstruksi struktur kebahagiaan. Karena apapun yang telah berlalu hanya akan mampu untuk kita kenang, kita petik hikmahnya, bahkan lebih ironis lagi, kerap hanya kita sesali dan warnai dengan keluh kesah. Saya ingin mengutip sebuah hasil penelitian di bidang neurosains yang sangat menarik, tim dari University of Michigan yang dipimpin oleh Doktor Umemori melakukan suatu proses rekayasa genetika untuk mendeaktivasi 40% sel-sel neuron di hipokampus. Hipokampus adalah pusat pengolahan memori dan pembentukan persepsi. Manusia dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan jika hipokampusnya bekerja dengan baik. Proses deaktivasi yang dilakukan ternyata mendorong sejumlah sel mikroglia yang merupakan bagian dari sistem imunitas untuk memutuskan sinap-sinaps konektivitas yang berasal dari sel-sel yang tidak aktif itu. Simpulan dari penelitian ini adalah, sel-sel yang aktif akan dipertahankan konektivitasnya melalui metoda seleksi karena adanya persaingan dengan sel yang tidak aktif. Sekumpulan orang malas akan terlibas oleh mereka-mereka yang rajin dan suka bekerja keras. Maka marilah kita bayangkan, jika kita kerap menyesali dan bersikap penuh keluh kesah terhadap apa yang telah kita lalui, serta kita senantiasa mencemaskan hal-hal yang belum terjadi, maka berapa banyak koneksi kebahagiaan kita yang tereliminasi ? Orang-orang yang cemas terhadap masa depan serta terjebak dalam penyesalan di masa lalu adalah cerminan dari diri kita yang ragu dan tak yakin akan keberadaan dan peran zat yang bersifat Dzul Jalal wal Ikram, mata air dan sumber kemuliaan. Allahu shomad, hanya pada-Mu ya Allah sesungguhnya tempat untuk bergantung. Keikhlasan total kepada Allah SWT akan mengaktifkan area prefrontal cortex di otak manusia yang akan menumbuhkan visi berperspektif luas. Sebuah visi yang akan menghantarkan teraihnya mimpi untuk merengkuh bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wakina adzabbanar.
Awalilah ibadah shaum kita di bulan Ramadhan ini dengan keikhlasan dan cinta, sebagaimana yang senantiasa dikumandangkan dalam tasbihnya seluruh makhluk di semesta ….Syabahalillahi mafisamawati wal ardhli…
Khazanah Iqra 1 Ramadhan:
Barangsiapa memelopori suatu amal kebaikan,dia akan mendapatkan pahalanya, ditambah pahala orang-orang yang ikut melaksanakan kebaikan itu setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun (HR Muslim, At Tirmidzi,Ibnu Majah, dan Ahmad)
Kreativitas,inovasi, inisiatif, dan produktifitas yang memberikan dampak konstruktif bagi ummat rupanya adalah bagian terintegrasi dari konsep ibadah yang menghasilkan pahala. Maka terus berpikir secara konstruktif untuk menjadi solusi dan bukan menjadi bagian dari amsalah adalah ibadah. Produktivitas yang merupakan optimasi utilitas atau fungsi fitriah diri adalah suatu upaya nyata untuk terus berdaya guna dan bermanfaat bagi sesama. Bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki kehalian khusus > Ada 2 jalan, yang pertama adalah BELAJAR, dan yang kedua adalah tidak bersikap dekonstruktif yang menghambat kebaikan atau bahkan bersifat destruktif. Merusak karena tak mampu mengendalikan diri yang terbenam dalam kekecewaan serta merasa diri tak berharga.
Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan memikirkan (Zat) Allah karena kalian tidak mungkin akan mampu memperhitungkan kadarnya (HR Abu Nu’aim)
Salah satu ciptaan Allah SWT yang sedemikian nyata dan juga melekat pada tubuh kita adalah unsur pembentuk alam. Dari dimensi ukuran sub atomik (zarah) sampai strukstur kosmos yang kompleks, semua dibangun oleh makhluk-makhluk Allah yang kafah bertasbih dan menjalankan fitrahnya. Pernahkah terpikir oleh kita bagaimana ikatan-iakatan kimia terbentuk ? Mengapa ada struktur benzena, sikloheksana, ujung amina di asam amino, atau rantai-rantai polimer yang menjadi dasar dari terbentuknya berbagai material ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar